"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan
kamu mengetahui." (QS al-Anfal [8]: 27).
Ayat ini menegaskan syariat luhur bernama amanah. Berasal dari kata amuna, ya'munu, amanatan, amanah
berarti jujur dan dapat dipercaya. Berkembang menjadi kata aminah yang berarti
aman tenteram. Lalu muncul derivasi lain, 'aamanah', artinya
'saling percaya'.
Dari gramatikal amanah ini lahir pemahaman bahwa kejujuran akan memberi rasa
aman bagi semua pihak sehingga lahir rasa saling percaya. Saat seseorang
memelihara amanah sama halnya dengan menjaga harga dirinya, sekaligus sebagai
satu rumpun kata dan makna dengan 'iman'. Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW
bersabda, "Tidak ada iman bagi yang tidak amanah (tidak jujur dan tak bisa
dipercaya), dan tidak ada dien bagi yang
tidak menepati janji." (HR Baihaqi).
Di antara indikator seseorang yang sukses dalam hidup adalah ketika dia mampu menjaga harkat dan martabat dirinya. Dan itu artinya ia cerdas mengelola amanah. Ia jujur dengan kata hatinya. Apa yang ada di hati ia ucapkan. Dan apa yang diucapkan, sudah ia pikirkan dan istiqamah untuk diamalkan. "Jika engkau miliki empat hal, engkau tidak akan rugi dalam urusan dunia: menjaga amanah, jujur dalam berkata, berakhlak baik, dan menjaga harga diri dalam (usaha, bekerja) mencari makan." (HR Ahmad).
Terkait dengan kebutuhan dunia yang serbamateri, agama kita tidak mengenal
konsep "sense of material belonging",
rasa memiliki dunia atau materi. Islam mendidik umatnya untuk memiliki "sense to be entrusted".
rasa diamanahi. Semua materi yang ada pada dirinya bukan sama sekali miliknya,
tapi titipan dan amanah dari Allah untuk dijaga. Karena, siapa pun yang mencoba
mengakui milik-Nya akan berakhir mengenaskan. Cukuplah Firaun dan Qarun menjadi
pelajaran buat kita.
Menjaga amanah memang berat, bahkan mahaberat. Makhluk langit, bumi, dan gunung
pernah ditawari untuk mengemban amanah-Nya, tapi semua menolaknya. Semua
makhluk Allah yang notabene jauh lebih besar dari makhluk manusia ini merasa
berat dan sangat khawatir kalau nanti tidak akan kuat mengembannya. (QS
al-Ahzab [33]: 72). Hanya manusia, yang sok merasa
sanggup dan kuat mengemban amanah-Nya. Meski tidak sedikit yang lulus dan
sanggup mengemban amanah-Nya seperti para nabi dan rasul dan orang-orang saleh
yang telah dipilih oleh Allah.
Lalu, bagaimana kita bisa menjaga amanah? Laa mulkiyyah, we have but
nothing. Sepertinya kita punya, tapi sebenarnya tidak punya apa
apa. Tugas hidup ini mengakui semua mililk-Nya, lalu menggunakannya di jalan
Allah dengan rasa syukur dan rendah hati (QS Ibrahim [14]: 7).
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dijelaskan, pengabaian amanah adalah sebab terjadinya kerusakan dalam hubungan manusia. Amanah menjadi jaminan terpeliharanya keselamatan sebuah hubungan, dan hilangnya amanah akan merusak hubungan tersebut.
Jika diamanahi sebuah benda, maka jagalah benda itu karena hal ini memiliki konsekuensi yang berat di hari kiamat. “Dari Abu Humaid As-Sa’idl berkata bahwasanya Rasulullah bersabda, ‘Demi Allah! Kalau seseorang diantara kamu mengambil barang sesuatu dari harta itu yang bukan hak-nya, niscaya dia akan datang kepada Tuhan di hari kiamat, memikul apa yang dikhianatinya. (H.R Bukhari).
Sedangkan amanah yang dihadapkan kepada para pemimpin sebuah kelompok besar maupun penting harus ditunaikan karena akan dipertanggungjawabkan di dunia kepada rakyat ataupun anggota dan tentu saja kepada Allah Yang Maha Adil.
Ada suatu kisah yang diceritakan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, ketika perang Khaibar datanglah sekelompok orang dari sahabat Nabi sambil berteriak, "Fulan telah (mati) syahid, Fulan telah syahid, hingga mereka melewati seseorang lalu berkata, "Fulan telah syahid". Nabi pun lalu menyela, seraya bersabda, "Sekali-kali tidak! Sesungguhnya aku melihat orang itu ada di neraka disebabkan sebuah baju jubah yang dikorupsinya," (HR Muslim, no. 323).
Merujuk pada kisah di atas, sungguh miris seseorang yang telah ikut dalam peperangan membela Islam harus masuk ke dalam neraka karena sebuah jubah yang ia korupsi, dan tindakanya yang tidak amanah.
Nach, dari materi kali ini mari kita ambil i’tibar
dan pelajaran untuk selalu bersikap amanah, walaupun sekecil apapun amanah yang
diberikan kepada kita, kita wajib menjaganya. Sebagai contoh ketika Ibu meminta
kita untuk membelikan Cabe diwarung, ibu
menitipkan uang Rp 20.000 sementara harga bahan belanjaan Cuma 15.000, maka
sisa uang yang ibu titipkan kepada kita wajib kita kembalikan sebagai bentuk
kita orang yang amanah, masalah selanjutnya ibu akan memberikan sisa uang itu
kepada kita kembali itu hal yang lain yang patut kita syukuri.
Wallahu a’lam…